Kekuatan yang Hilang

Penulis: - Ahad, 27 Mei 2018 , 02:22 WIB

JERNIH.CO.ID, Kota Jambi - Acapkali kita mendengar tentang kekuatan atau kuat, baik menyangkut pisik maupun non pisik, menyangkut pribadi, kelompok atau lembaga dan organisasi pada level apapun. Kuat juga identik dengan tangguh, artinya ketika kita mengatakan sesuatu itu kuat ya maksudnya sesuatu itu tangguh.

Rasulullah mengatakan, orang yang kuat bukanlah orang yang kuat pisiknya bergulat atau berkelahi, tetapi mereka yang kuat adalah mereka yang mampu mengendalikan diri dari emosi dan nafsu amarah dalam dirinya.

Seorang yang kuat akan terlihat dari pribadinya yang memiliki integritas diri dengan kejujuran, punya semangat tinggi, disiplin yang tinggi, kerja cerdas dan keras, pantang menyerah, tahan dalam berbagai ujian, sabar dalam berbagai cobaan, tinggi ilmu pengetahuannya, mantap ibadahnya kepada Allah.

Demikian juga kuatnya keluarga, tercermin dari harmonisasi sebuah keluarga, sehingga keluarga itu rukun, damai, saling merindu dan saling mencintai serta berkasih sayang. Sisi lain ketahanan keluarganya kuat dari berbagai pengaruh, godaan dan para pihak manapun pyang mengusik harmonisasi dan kebahagiaan keluarga.

Terlebih kita sebagai sebuah keluarga bangsa yang besar, harus memiliki ketahanan keluarga bangsa yang kokoh, yang berawal dari integritas diri yang kuat atau tangguh. Individu yang tangguh akan memberi kontribusi kepada keluarga yang tangguh, dan keluarga yang tangguh berkontribusi kepada ketangguhan dan ketahanan satu masyarakat, bangsa dan negara yang tangguh.

Kata lain istilah kuat atau tangguh adalah kemampuan dan ketahanan seseorang, satu keluarga, masyarakat, bangsa dan negara menjaga dirinya dari berbagai dorongan dan rongrongan negatif yang timbul dari dalam diri dan berbagai keterpengaruhan yang datang dari luar, yang dapat melemahkan usaha, perjuangan dan pengabdian hidupnya diblantika manusia dan masyarakat lainnya.

Allah mengingatkan kita, agar senantiasa memelihara kekuatan atau ketangguhan, dalam QS. Al-Anfal ayat 46,
Allah katakan: Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.

Salah satu sebab kita lemah ternyata adalah karena kita berbantah-bantahan (debat), dengan atau berbantah kosong yang tidak pernah berakhir dengan solusi konstruktif, kalaupun ada solusi sifatnya lebih banyak subjektif dan penonjolan ego individu maupun kelompok.

Sehingga perdebatan tidak pernah berakhir dengan sebuah objektivitas solutif dan kepastian. Tiap debat selalu berakhir dengan kata-kata bersayap, bercabang dan abu-abu, sehingga perdebatan sering bermuara dengan saling sakit hati, dendam kesumat, intrik dan konflik bahkan gontok-gontokan yang tak berkesudahan. Pantas saja Allah melarang kita melakukan berbantahan atau perdebatan, karena ternyata disini kunci pembuka penyebab hilangnya kekuatan.

Rasulullah juga mengingatkan kita dalam HR. Muslim: Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari mukmin yang lemah.

Di lain sisi Allah mengingatkan kita dalam QS. At-Tahrim ayat 6, agar tiap pribadi dan keluarga wajib membela hak-haknya dan melindungi keluarga agar terhindar dari kesulitan hidup dan azab Allah (neraka) baik di dunia maupun akhirat. Dan Allah murka manakala seseorang atau sebuah keluarga meninggalkan keturunannya yang lemah. Sehingga kelemahan itu akan menjadi beban orang lain, generasi sesudahnya.

Artinya, Allah telah perintahkan tiap pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara mestilah kuat dan tangguh, tidak boleh lemah, dan tidak boleh meninggalkan generasi yang lemah, karena dia akan menjadi beban bagi generasi yang akan datang.

Hukuman yang paling berat adalah hukuman sejarah, semoga kita sadar agar tidak melukai dan menzalimi generasi kita, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara kita hari ini, karena kita akan dihukum oleh sejarah.

Hadirnya Ramadhan karim, sebagai bulan puasa mengajarkan kita agar menahan diri (imsakun), bukan saja dari makan dan minum, tapi juga menahan nafsu amarah dari berbantahan dan berdebat. Kalau kita mampu saling melengkapi kekurangan dan kelemahan mengapa kita harus memperdalam jurang perbedaan dan ego diri, toh akhirnya yang menang melonjak dan yang kalah diinjak. Kalau sudah begini semua jadi lemah baik dihadapan sesama manusia apalagi dihadapan Allah. Semoga dengan Ramadhan karim, Allah kuat tangguhkan kita semua. Aamiin.



PT. Jernih Indonesia Multimedia - Jernih.ID