Lewat Twitter, Febri Diansyah Sindir Keras Keputusan Dewas KPK

Penulis: Redaksi , Editor: Ardy - Senin, 11 Juli 2022 , 19:14 WIB
Febridiansyah
Ari Saputra/detik.com
Febridiansyah


JERNIH.ID, Jakarta - Dewan Pengawas (Dewas) KPK menyatakan Lili Pintauli Siregar sudah tidak dapat diadili secara etik karena telah mengundurkan diri sebagai Wakil Ketua KPK. Mantan juru bicara KPK, Febri Diansyah, menyindir keras putusan Dewas tersebut.

"Dewas KPK Keliru, seharusnya sidang etik untuk pimpinan KPK, Lili Pintauli Siregar yang diduga menerima gratifikasi terkait Moto-Gp tetap dijalankan. Kenapa? UU KPK menugaskan Dewas KPK menyelenggarakan sidang kode etik untuk memeriksa dugaan pelanggaran kode etik," kata Febri, dikutip dari cuitannya di Twitter pribadinya, @febridiansyah, Senin (11/7/2022) berdasarkan lansiran Detikcom.

Menurut Febri, semestinya sidang etik terhadap Lili Pintauli tetap dilakukan. Sebab, peristiwa dugaan pelanggaran etik itu terjadi saat Lili masih menjabat Wakil Ketua KPK. Dengan demikian, sidang kode etik itu sejatinya bertujuan membuktikan pelanggaran yang diduga dilakukannya sewaktu menjadi pimpinan KPK atau pegawai KPK.

"Sehingga, alasan Dewas KPK yang menyebutkan sidang etik gugur karena Lili mundur sebelum sidang jelas keliru. Karena saat dugaan pelanggaran terjadi, ia masih pimpinan KPK," ungkapnya.

Febri menilai Dewas keliru memahami konteks waktu dan status pegawai KPK saat dugaan pelanggaran etik itu terjadi. Sementara itu jika logika Dewas tersebut digunakan, Febri menilai cara serupa dapat dilakukan pegawai KPK lainnya untuk celah menghindari sanksi pelanggaran etik.

"Jika logika Dewas ini digunakan maka setiap pelaku pelanggaran dengan mudah menghindar dengan cara mundur saat akan di sidang kode etik," tuturnya.

Selanjutnya, Febri menilai alasan Dewas mengada-ada, dengan menggunakan alasan efisiensi karena ancaman sanksi terberat Dewas bagi pimpinan KPK yang melanggar kode etik adalah diminta mengundurkan diri, sementara Lili telah mengundurkan diri. Febri menilai Dewas mestinya bertanggung jawab jika putusan terhadap terduga pelanggar kode etik ringan.

Febri juga mengingatkan tujuan pembentukan Dewas KPK, yaitu menegakkan kode etik di KPK, yakni bukan sekadar menghukum, tapi juga menjaga marwah KPK. Febri mengatakan sejak dulu penegakan etik yang kuat menjaga wibawa KPK sekaligus agar dapat jadi pembelajaran bagi pimpinan atau pegawai KPK lain. Febri menilai Dewas KPK gagal memahami esensi penegakan etik tersebut.

Selanjutnya, Febri mengatakan tidak satu pun kata atau frasa di UU KPK ataupun Peraturan Dewas KPK No 3 dan 4 Tahun 2021 tentang persidangan yang gugur atau penghentian sidang. Namun yang diatur dalam peraturan tersebut adalah sidang tetap dijalankan sekalipun terperiksa tidak hadir.

"Kenapa tafsir Dewas KPK cenderung memilih yang menguntungkan pelaku?" ucapnya.

Febri menambahkan definisi sidang etik di aturan yang dibuat Dewas KPK bahkan tidak menyebut status yang disidang harus insan KPK pada saat sidang dilakukan. Berdasarkan Pasal 1 angka 4, Perdewas 4 tahun 2021, sidang etik adalah untuk memeriksa dan memutus terbukti/tidaknya dugaan pelanggaran.

"Barulah saat membahas pelanggaran, kita bisa bicara tentang apakah saat pelanggaran dilakukan status pelaku masih Pegawai/Pimpinan KPK. Aneh jika Dewas KPK tidak memahami hal sederhana tentang konteks tempus delicti, yaitu waktu perbuatan terjadi. Bukan waktu kapan sidang dilakukan," ucapnya.

Febri menambahkan, dalam Bab VI Pemeriksaan Sidang Etik di Perdewas 4/2021 diatur jelas tahapan yang harus dilakukan, mulai penunjukan majelis, tata cara sidang, pembuktian, hingga putusan. Dalam aturan tersebut, tidak terdapat mekanisme penghentian/gugur.

"Bukankah ini berarti Dewas KPK telah langgar aturan yang dibuatnya sendiri?" tutur Febri.

Febri kemudian menyinggung soal proses revisi UU KPK. Saat itu para pendukung revisi UU KPK selalu mengatakan keberadaan Dewan Pengawas KPK adalah untuk memperkuat KPK. Namun Febri menyoroti justru pada pelaksanaannya sebaliknya.

"Dewas tidak mampu selamatkan kredibilitas KPK yang runtuh dan bahkan sekarang jadi penegak hukum paling tidak dipercaya," tuturnya.

"Ada pesan lama di kampung Saya, jika jadi pemimpin, janganlah jadi 'tungkek pambaok rabah'. Bagi orang yang susah berjalan, tongkat (tungkek) adalah tempat bertumpu. Membantu untuk berdiri tegak dan berjalan. Tapi dalam konteks ini, justru tongkat yang membuat jatuh (rabah)," ucapnya.

Sebelumnya, Dewas KPK menyatakan Lili Pintauli Siregar tidak dapat diadili etik. Dewas beralasan Lili sudah mengundurkan diri.

"Menetapkan menyatakan gugur sidang etik dugaan pelanggaran kode etik atas nama terperiksa Lili Pintauli Siregar dan menghentikan penyelenggaraan etik," ucap Tumpak H Panggabean selaku ketua majelis sidang etik, Senin (11/7/2022).

Tumpak mengatakan surat pengunduran Lili sudah dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Karena itu, Dewas menilai Lili bukan lagi orang yang bisa disidang oleh Dewas.

"Menimbang oleh karena terperiksa Lili Pintauli telah mengundurkan diri dari Wakil Ketua KPK RI, dan telah terbit keputusan Presiden RI Nomor 71/P/2022 yang telah memberhentikan terperiksa sebagai wakil ketua merangkap anggota KPK RI, maka terperiksa tidak lagi berstatus insan komisi yang merupakan subjek hukum dari peraturan Dewas KPK RI," beber Tumpak.(*/JR1)



PT. Jernih Indonesia Multimedia - Jernih.ID