Transformasi Digital dan Pelarangan Smartphone (HP)

Penulis: Redaksi , Editor: Ardy - Senin, 02 September 2024 , 16:57 WIB
Amri Ikhsan
Dok pribadi
Amri Ikhsan

Oleh: Amri Ikhsan

Salah satu ciri pendidikan di era digital adalah dengan mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi ke dalam setiap proses pembelajaran. Diyakini di era digital, dengan banyak media yang digunakan dalam pendidikan, siswa diharapkan mampu mengembangkan kompetensinya dengan cepat dan efektif tanpa terbatas ruang dan waktu. Artinya, pembelajaran mandiri, dimana siswa belajar sesuai dengan kebutuhan bisa mempermudah guru dalam pembelajaran dalam kelas.

Itulah Transformasi digital, yang bertujuan mempercepat akses informasi secara luas dalam mendemokratisasi pendidikan, dan memastikan bahwa pengetahuan dan sumber daya pendidikan dapat diakses oleh semua kalangan, tanpa memandang batasan geografis atau ekonomi. Tentu ini membuka peluang pendidikan yang setara bagi semua individu (Kemdikbud). Artinya. siswa dapat mengakses materi pembelajaran kapan saja dan dari mana saja, sesuai dengan kebutuhan dan ritme belajar masing-masing.

Siswa memiliki kesempatan untuk mengembangkan keterampilan digital, seperti literasi digital, penggunaan perangkat lunak khusus, dan pemahaman tentang cara beroperasi dalam lingkungan digital dan memungkinkan pembelajaran yang berkelanjutan sepanjang hayat, di mana individu dapat terus mengembangkan keterampilan mereka sepanjang karier mereka (Kompas). Bagi guru, teknologi dapat digunakan untuk menyusun materi pembelajaran yang disesuaikan dengan potensi individu siswa secara maksimal.

Teknologi memungkinkan pendekatan pembelajaran yang lebih personal. Sistem pembelajaran adaptif dapat menyesuaikan kurikulum dan metode pengajaran sesuai dengan kebutuhan individu siswa. Personalisasi pendidikan memungkinkan penyesuaian metode pengajaran dan materi pembelajaran sesuai dengan gaya belajar masing-masing siswa (Zamir). Ini akan membantu guru dalam pembelajaran sekaligus memaksimalkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Personalisasi ini akan membuka peluang siswa belajar sesuai dengan kemampuan siswa dan menghindari kesenjangaan dimana beberapa siswa terlalu cepat atau terlalu lambat dalam memahami materi.

Transformasi digital dapat dipahami sebagai proses penggunaan teknologi digital yang sudah tersedia. (Loonam et al., 2018). Transformasi digital adalah “suatu proses yang bertujuan untuk meningkatkan entitas dengan membawa perubahan signifikan dalam karakteristik mereka melalui kombinasi teknologi informasi, komputasi, komunikasi, dan konektivitas” (Vial, 2021).

Namun, sambil menghadirkan banyak manfaat, transformasi digital dalam media pembelajaran juga menghadapi baanyak tantangan. Salah satu perangkat yang umum dimiliki siswa dalam mentransformasi digital ini adalah handphone atau smartphone. Masalahnya, smartphone tidak hanya memudahkan mencari informasi tapi juga berisi media sosial, video dan permainan yang tidak relevan dengan pembelajaran. Ini kadang kadang yang memusingkan guru.

Oleh karena itu, perlu perencanaan dan pengelolaan yang bijak untuk memastikan bahwa transformasi digital dalam media pembelajaran memberikan manfaat maksimal kepada siswa sambil mengatasi potensi risiko dan kendala. (Susanto, 2022), khususnya berhubungan dengan keberadaan smartphone di lingkungan sekolah.

Yang menjadi polemik adalah penggunaan media untuk mengimplementasikan transformasi digital ini. Dan media itu adalah handphone (HP) atau smartphone. Sampai saat ini pro dan kontra apakah siswa boleh membawa HP ke sekolah atau madrasah atau dilarang sama sekali masih menjadi topik yang belum selesai dibahas.
Kebijakan membawa smartphone ke sekolah kerap menuai pro kontra. Ada sekolah yang memberikan larangan keras.

Namun masih ada juga sekolah yang membebaskan untuk siswa-siswi membawa handphone.  Saat ini kebebasan membawa handphone ke sekolah tergantung dari kebijakan sekolah masing-masing. (KOMPAS.com).

Dari perspektif siswa, tentu mereka berpendapat bahwa smartphone bisa membantu para siswa dalam proses pembelajaran. Siswa bisa memperkaya penjelasan guru dengan mencari informasi tambahan di smartphone mereka. Bagi orang tua, smartphone bisa digunakan sebagai pemantau keberadaan siswa, termasuk lebih mudah berkomunikasi jika ada keperluan mendadak ataupun persoalan antar jemput.

Banyak negara sudah membuat kebijakan yang melarang siswa untuk membawa HP di sekolah. Pemerintah Malaysia, Belanda, China dan banyak negara lain membuat aturan mengenai larangan menggunakan smartphone di sekolah. UNESCO juga mengatakan bahwa penggunaan smartphone di sekolah terbukti mengganggu pembelajaran. Selain itu penggunaan handphone saat belajar berisiko membuat siswa terlibat dalam kegiatan yang justru tidak ada hubungan dengan pembelajaran (detik). 

Memang tidak ada aturan baku bagi satuan pendidikan untuk memperbolehkan atau melarang siswa menggunakan smartphone di lingkungan sekolah. Ini sangat tergantung pada kondisi masing-masing sekolah. Apapun kebijakan itu tentu sama sama memberi konsekwensi terutama pada proses pembelajaran. Sebelum memutuskan, ada baiknya sekolah mempertimbang rasionalitas dan alasan yang bisa diterima semua pihak, khususnya siswa dan orang tua siswa. Alasannya mestinya rasional bukan reaktif Cuma pada satu kasus.

Kalau memang sekolah/madrasah berniat untuk membuat kebijakan melarang siswa membawa smartphone, maka kebijakan itu harus berbasis data bukan asumsi atau pendapat belaka. Harus ada data yang valid tentang: 1) siswa yang punya smartphone; 2) siswa yang bawa smartphone ke sekolah; 3) siswa yang menggunakan smartphone waktu istirahat atau waktu senggang; 4) siswa yang menggunakan smartphone untuk belajar; 5) siswa yang suka atau kecanduan main games; 6) guru yang memberi tugas menggunakan smartphone; 7) siswa yang disuruh orang tuanya bawa smartphone, dll.

Sekolah harus menyadari bahwa pada saat ini smartphone tidak lagi menjadi kebutuhan sekunder, tetapi sudah menjadi kebutuhan primer karena manusia sangat bergantung dengan komunikasi (unika.ac.id). Tentu saja kalau ada kebijakan melarang sesuatu yang primer akan mendapat tantangan karena smartphone bisa menyediakan banyak informasi yang bisa dimanfaatkan untuk kehidupan dan itu kebutuhan hidup.

Larangan pemakaian smartphone pasti berdampak pada kehidupan akademik siswa. Siswa akan belajar secara manual dengan buku-buku teks yang mungkin saja terbatas atau tidak ada sama sekali di sekolah. Pembelajaran akan lebih banyak mendengar ‘ceramah’ dari guru, lebih banyak mencatat karena kurangnya persediaan buku cetak.

Siswa akan kehilangan ‘golden age’ untuk menguasai teknologi yang sangat diperlukan di era digital ini. Lebih sederhana, mereka akan kewalahan waktu mendaftar PTN baik jalur SNBP atau SNBT yang memerlukan kompetensi digital: membuat akun, konversi word ke PDF, resize image, dll lain. Kesemua itu perlu smartphone, dan pembiasaan menggunakan fitur fitur itu.

Jangan heran banyak siswa yang kurang semangat dalam melanjutkan pendidikan ke PTN bukan karena tidak mampu secara akademik atau karena hambatan digital, tidak terbiasanya siswa menggunakan fitur fitur di smartphone. Ini harus menjadi perhatian pengambil kebijakan.

Rasanya, bukan masalah smartphone yang pasti ada nilai positif dan negatifnya. Yang seharusnya menjadi perhatian adalah mindset dan karakter. Sering pihak sekolah terlalu reaktif. Agak berat melarang penggunaan smartphone, tapi sekolah bisa mengendalikan penggunaan smartphone secara bijak dengan menanamkan sifat dan karakter: tanggung jawab, adab dan etika, kejujuran, kedisiplinan, semangat belajar dari siswa.

Lelahkan siswa dengan belajar positif dan konstruktif dengan smartphone sehingga mereka tidak punya waktu untuk bermain. Dan perkuatkan penanam karakter positif disamping memperbanyak aturan-aturan kepada siswa. Memang ini tidak mudah. Wallahu a'lam bish-shawab!

(Penulis adalah Pendidik di Madrasah)

Tag:


PT. Jernih Indonesia Multimedia - Jernih.ID