JERNIH.ID, Jambi - Teater Tonggak Jambi kembali menyajikan agenda rutin di bulan Ramadhan yaitu Zikir Para Penyair dengan tema “Teater Tonggak Menuju Ulang Tahun Perak” di gedung Teater Arena, Taman Budaya Jambi (TBJ), Jumat (29/3/2024)
Agenda yang pertama kali digelar pada Ramadhan tahun 2003 silam tersebut, merupakan uapaya Teater Tonggak untuk ruang khusus sastra dengan hadirkan penyair-penyair Jambi dari generasi ke generasi dengan cara membaca puisi, deklamator puisi hingga musikalisai puisi.
“Zikir para penyair tidak hanya panggung yang terbatas pada seniman saja, tetapi juga tamu undangan untuk membaca puisi. Kegiatan ini memang kami selenggarakan masih dalam ruang terbatas, sebenarnya gagasan Zikir para penyair lebih pada ajang silaturahmi, komunikasi secara internal maupun eksternal teater tonggak,” ungkap Ketua Teater Tonggak, Hendry Nursal.
Beberapa rencana sudah digagas demi membesarkan agenda rutin tersebut, Namun kata Hendry yang kesehariannya adalah seoarang wartawan di Jambi, semuanya masih di rancang sembari berjalannya waktu serta menimbang adanya keterbatasan sumber daya.
“Iya seperti keinginan adanya Antologi puisi Zikir para penyair, saya sempat berpikir lebih meluaskan mungkin dengan cara hybrid. Teknologi tentunya juga bisa membantu, sehingga tidak menutup kemungkinan di tahun berikutnya Se-sumatera bahkan se-Indonesia, semoga terlaksana mengingat adanya keterbatasan dalam beberapa hal,” imbuh lelaki yang juga menyandang peran sebagai Duta Publishitas HWPL Korea Selatan Perwakilan Indonesia.
Hadir komunitas Teater Alief dan Sanggar seni SMA Negeri 5 Jambi, para penyair dan penggiat sastra yang turut tampil serta Tampak Kepala Dinas kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) provinsi Jambi, Kepala Taman Budaya Jambi, seniman-seniman Jambi dari berbagai genre, generasi, juga undangan di Gedung Teater Arena Taman Budaya Jambi.
Ramadhan kali ini pelaksanaan Zikir para penyair terasa Istimewa karena Komunitas teater moderen di Jambi ini telah menyentuh hari jadinya Ke-25, tepatnya pada 30 April 2024. Lantas, apa yang ingin Teater Tonggak tawarkan kali ini dimana momentum 25 tahun usia Teater Tonggak?
“Kita semua tentu melihat ditengah derasnya arus budaya yang dipercepat dengan perkembangan Transformasi, telah mengikis nilai-nilai adat, budaya termasuk silaturahmi. Kerasnya pertarungan hidup, kejamnya lingkungan telah menciptakan generasi yang minim pengetahuan tentang seni, budaya hingga adat bahkan tidak mengetahui sama sekali. Maka Teater Tonggak ingin menyampaikannya melalui pertunjukkan teater dan berbagai kegiatan seni lain, salah satunya Zikir Para Penyair,” beber Hendry Nursal, dengan penuh semangat.
Hendry pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih pada pemerintah provinsi Jambi yaitu Disbudpar dan Taman Budaya Jambi atas sarana prasarana, pada para senior dan keluarga kami, para apresiator, rekan-rekan media dan semua pihak.
“Tetapi tak lupa saya dan keluarga besar Teater Tonggak mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang turut memberikan perhatian, kritik saran termasuk materi dalam mendukung proses kreatif kami selama ini,” pungkas Hendry yang juga mengemban tugas sebagai Ketua Pelaku Teater Indonesia Korda provinsi Jambi.
Sedangkan Didin Siroz, selaku salah satu pendiri saat menyampaikan kesannya di 25 Tahun Teater Tonggak.
“Teater tonggak dalam zikir para penyair sebagai upaya silaturahmi dan alhamdulillah mendapat respon yang baik dari berbagai pihak, semoga kedepan bisa lebih meluaskan jangkauan zikir para penyair,” jelasnya.
Sementara itu, Imron Rosyadi selaku kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi dalam kata sambutannya berharap lahirnya generasi-generasi muda penyair efek di masa depan dari kegiatan Zikir para Penyair
“Selamat untuk Teater Tonggak, dengan kegiatan zikir para penyair semoga di masa akan lahirnya generasi-generasi muda penyair di Jambi dan terus berkembang,” tuturnya.
25 tahun Teater Tonggak “menggali, mengembang, lestari jatidiri” dalam kancah dunia perteateran di Jambi. Teater tonggak tidak berhenti untuk berkarya dan berkreatifitas dengan riset di lingkungan masyarakat yang juga terus dilakukan. Tidak hanya itu, teater Tonggak merasa peduli dan terus berupaya memupuk kepedulian semua pihak akan kehidupan remaja di masa serba teknologi saat ini. Teater Tonggak menjawab hal itu dengan turut mendidik generasi-generasi baru keanggotaan juga nonanggota dalam latihan khusus, dengan niat dapat memberikan ilmu teater yang diharapkan mampu menopangnya dalam kehidupan bermasyarakat.
Ekspresi daya kerja Teater Tonggak berusaha secara kontinyu menggali potensi lokal dan regional di bidang seni budaya, sosial, dan kemasyarakatan yang diaplikasikan dalam bentuk kerja teater dan terus menggali baik itu Hutan, Air, Tanah bahkan Udara dengan harapan bukan menggurui namun dapat memberikan suatu proses pencerahan diri. Maka, agar hasilnya maksimal Teater Tonggak senantiasa memacu aktivitas dan kreativitas sebagai proses pembelajaran hidup dan kehidupan yang selaras, serasi dan manusiawi. Proses kreatif yang dijalani tidak terpaku pada sebuah konsep. Tetapi, juga melakukan eksplorasi dalam upaya pencarian bentuk-bentuk baru sebagai suatu kebutuhan dalam pengembangan dan peningkatan kualitas kesenian.
Teater Tonggak merupakan sebuah komunitas seni pertunjukan yang didirikan pada tanggal 30 April 1999 di Kota Jambi, diprakarsai oleh Didin Siroz, Ahmad Rodhi, Nanang Sunarya, Mg Alloy, Ide Bagus Putra, Edi Kuncoro, Rd. Irwansyah, dan Jefri ADP. Pada saat didirikan tahun 1999 jumlah anggota dan pengurus sebanyak 30 orang, Terdiri dari kalangan profesi yang berbeda, seperti Wartawan, PNS, Guru, Wiraswasta, Mahasiswa, dan Pelajar.
Secara esensial nama TONGGAK dapat diartikan sebagai tiang penyangga sebuah bangunan yang dimaknai sebagai kekuatan dan semangat fundamental dalam berkarya. Teater Tonggak memiliki lambang segi tiga sama sisi dan tiga tiang pancang yang membagi ketiga sudutnya sama besar.
Lambang ini merupakan simbol dari kehidupan seni budaya Indonesia yang dibentuk oleh tiga unsur kekuatan, yaitu: 1) Bahwa kebudayaan terbentuk karena adanya cipta, rasa dan karsa; 2) Bahwa seni memiliki keseimbangan, keselarasan, dan keserasian karena adanya wirahma, wirasa, dan wiraga; 3) Bahwa kehidupan seni budaya diperuntukkan bagi kebaikan orang banyak, keselamatan orang banyak, dan kesejahteraan orang banyak. (*/JR2)