335 Hektar Lahan di Jambi Terbakar, Feri Irawan: Monopoli Air Pembangunan Kanal Perusahaan Memicu Karhutla

Penulis: Redaksi , Editor: Ardy - Jumat, 29 September 2023 , 15:55 WIB
Direktur Perkumpulan Hijau Feri Irawan di lahan gambut lokasi PT RKK yang terbakar 2015 lalu Direktur Perkumpulan Hijau Feri Irawan di lahan gambut lokasi PT RKK yang terbakar 2015 lalu

JERNIH.ID, Jambi - Sepanjang tahun 2023 sampai dengan bulan September terakhir telah terjadi Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) seluas 335 hektar lebih yang tersebar di beberapa titik wilayah Provinsi Jambi.

Berdasarkan pantauan lewat aplikasi Karhutla di Provinsi Jambi yang paling banyak terjadi titik api, terdapat 27 titik api yang menjadi sumber karhutla di beberapa kabupaten seperti di Batanghari,Tebo, Merangin,Bungo, Muaro jambi, Tanjung jabung Barat dan Timur serta kemudian ada juga di Kabupaten Sarolangun.

Rincian total luasan wilayah yang terbakar di Provinsi Jambi, yakni Kabupaten Batanghari 111,14 ha, Kabupaten Sarolangun 40,02 ha, K abupaten Tebo 31,20 ha, Kabupaten Tanjung Jabung Barat 16,13 ha, Kabupaten Merangin 9,80 ha, Kabupaten Bungo 9,45 ha, Kabupaten Muaro Jambi 7 ha dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur 4,80 ha.

Masalah ini kebanyakan disebabkan oleh tindakan masyarakat yang membuka lahan dengan cara membakar, selain itu penyebabnya juga monopoli air melalui pembangunan kanal yang memicu Karhutla. Diketahui, ada 27 perusahaan di Jambi yang diduga melakukan monopoli air tersebut.

Feri Irawan selaku Direktur Perkumpulan Hijau (PH) mengatakan, tercatat sampai hari ini terdapat 904.424 hektar Kawasan Hidrologi Gambut (KHG) dengan 14 titik di Jambi. Namun, sekitar 60 persen lahan sudah mempunyai atas hak yang dimiliki oleh perusahaan perkebunan besar kelapa sawit, HTI, HPH dengan pengelolaan yang tidak ramah untuk pengelolaan terhadap ekosistem gambut.

Ia menjelaskan, perusahaan-perusahaan membangun kanal untuk merawat perkebunan kelapa sawit dan hutan industri, kala musim kemarau kanal disekat atau dibloking untuk mengatur debit air yang juga menjadi pasokan untuk memadamkan tanaman yang terbakar. Sedangkan saat musim hujan kanal itu berguna mengeluarkan air yang mengendap di lahan gambut agar tidak menggenangi tanaman milik perusahaan.

"Imbasnya, lahan gambut terutama di luar perusahaan menjadi kering dan mudah terbakar," ungkap Feri.

Tata kelola ini yang disebut monopoli air, dikatakannya, adanya ketidakadilan manajemen air sehingga lahan masyarakat kering saat musim kemarau, bila tinggi muka air di lahan gambut dijaga sesuai PP Nomor 57 Tahun 2016, maka lahan gambut sulit terbakar.

"Kalau wilayah gambut sesuai PP itu yang mana tinggi muka air tanah maksimal 40 sentimeter dan tidak ada pengeringan, lahan gambut akan sulit terbakar. Kanal itu fungsi menggelontorkan atau mengeluarkan air dari lahan gambut sampai 10 meter, sehingga air di dalam gambut terkuras," tutupnya.(*/JR2)



PT. Jernih Indonesia Multimedia - Jernih.ID