Hari Raya Kurban, Kecerdasan Ruhaniyah dan Pandemi

Penulis: Redaksi - Selasa, 20 Juli 2021 , 08:34 WIB
Amri Ikhsan
Dok Amri Ikhsan
Amri Ikhsan

Oleh: Amri Ikhsan

"Pandemi Covid-19, Kapan Berakhir?". Pandemi ini belum berakhir. Virus Covid-19 masih ada di sekitar kita dan tak kasat mata. Jangan pernah lengah. Selalu kenakan masker, jaga jarak, hindari kerumunan, dan tidak keluar rumah bila tak ada keperluan mendesak (Presiden Jokowi, CNBC Indonesia)

Bangsa Indonesia sedang ‘diuji’. Sejak diumumkan pertama kali pada tanggal 2 Maret 2020, ‘ujian’ ini belum juga berakhir. Bahkan hari hari terakhir. Indonesia disebut telah menjadi pusat episentrum Covid-19 di Asia (Pikiran Rakyat)

Pada hakikatnya, Allah SWT menguji hamba hamba-Nya yang beriman untuk menunjukkan kasih sayang dan keadilan Allah SWT. Ujian ini bukti Allah SWT 'tidak rela' menimpakan azab yang maha berat di akhirat kelak, hingga Ia menggantinya dengan azab dunia yang 'sangat ringan'. Dalam perspektif seperti ini, musibah berfungsi sebagai penggugur dosa-dosa. (Republika)

Jadi, kalau kita ingin tahu kecintaan Allah SWT kepada hamba-Nya, kita bisa lihat dari ‘ujian’ yang diberikan. Semakin ‘berat’ ujian yang diterima, maka semakin Allah cinta pada seseorang. Karena ujian tersebut akan semakin menaikkan derajat dan kemuliaannya di hadapan Allah.

Nabi dan Rasul sudah terlebih dahulu diberi ‘ujian’ oleh Allah SWT. Ujian yang paling ‘fenomenal’ adalah ujian yang jalani oleh Nabi Ibrahim, yang peristiwa itu menjadi ‘pedoman hidup’ umat Islam. Dan Ujian itu dijadikan sebagai Hari Raya bagi umat Islam, yakni Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Kurban.

Sudah lama Nabi Ibrahim menunggu kehadiran buah hati, tetapi setelah dikarunia anak yang bernama Nabi Ismail, ternyata diuji Tuhan untuk menyembelih putranya sendiri. Pilihan dilematis: melaksanakan perintah Tuhan atau mempertahankan buah hati. Didasari keimanan yang kuat, perintah Tuhanpun dilaksanakan.

Perintah itu ternyata hanya ujian karena saat disembelih Nabi Ismail telah diganti dengan seekor kambing. Kini, setiap Idul Adha atau Idul Qurban, setiap Muslim yang mampu wajib berkurban dengan menyembelih hewan. 

Namun tidak hanya itu, hikmah dari Idul Adha sendiri tidak hanya mengorbankan harta berupa hewan, tetapi hendaknya dijadikan semangat berkorban. Di saat pandemi, membuang sifat-sifat buruk dalam diri manusia yaitu egois, terlalu percaya diri, tidak patuh aturan, tinggi hati, tidak jujur, ‘tengkar’,  rakus, suka menindas yang lemah, ambisi/nafsu yang tak terkendali, kemalasan dan kebodohan dll.

Ujian itu harus disertai dengan pengorbanan. Kalau kita menganggap pandemi ini sebuah ujian, maka sikap kita adalah harus berkorban. Tidak akan berhasil sebuah ujian bila ‘peserta ujian’ tidak mau berkorban. Layaknya seorang siswa yang mau ujian, dia harus mengorbankan waktu mainnya untuk belajar, waktu istirahatnya untuk belajar, waktu main HP atau nonton TV untuk belajar.

Ujian dengan berkorban selama pandemi bisa dilakukan dengan: Pertama, menerapkan protokol kesehatan dengan ikhlas dan konsisten: a) memakai masker, dimanapun berada; b) mencuci tangan, menggunakan air mengalir dan sabun secara berkala, bisa menggunakan hand sanitizer; c) menjaga jarak, 1 hingga 2 meter dari orang sekitar; d) menjauhi kerumunan, saat berada di luar rumah; e) mengurangi mobilitas, Jika tidak ada keperluan yang mendesak, tetaplah berada di rumah. Meski sehat dan tidak ada gejala penyakit, belum tentu pulang ke rumah dengan keadaan yang masih sama.

Kedua, prinsip kebijakan khususnya bidang pendidikan yang dilakukan di era pandemi Covid-19 harus mengutamakan sisi keselamatan dan kesehatan. Baik para peserta didik, guru, orang tua siswa dan warga sekolah abaikan dulu kegiatan yang tidak esensial demi keselamatan dan kesehatan.

Ketiga, konsisten mengikuti anjuran pemerintah: peribadatan ditempat  ibadah, tidak mudik, vaksinasi, jangan membuat dan menyebar berita hoaks

Ketaatan dan kepasrahan yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. adalah puncak kecintaannya kepada Allah SWT. Mereka lebih mencintai Allah SWT daripada yang lain, termasuk darah dagingnya sendiri. Kecintaan ini muncul dari keyakinan yang kuat, hidup diserahkan semuanya untuk Allah SWT. Apapun yang ia miliki dan apapun yang ia lakukan hanya bagi Allah semata.

Bila sifat suka berkorban dan membantu sesama ini meresap ke jiwa seluruh ummat Islam isya-Allah akan muncul ketenangan dan kedamainan dalam masyarakat dan akan mempersempit jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin, antara yang kuat dengan yang lemah, antara penguasa dengan rakyat biasa.

Manusia adalah makhluk ‘kreatif’ penuh dengan daya imajinasi, dia bisa ‘menyembunyikan’sebuah kebenaran hakiki. Dapat ditonton betapa manusia bisa bersandiwara: kemampuan menghormati bahkan menjilat seseorang yang dibutuhkannya, kemudian menghujat dan mengumpat bila seseorang itu tidak lagi dibutuhkan. Kita memerlukan yang lain hanya sewaktu kita butuh. Hal lain, seorang pria yang kepalanya terbentur pintu dihadapan pacarnya, masih bisa tersenyum, rasa nyeri kalah oleh cinta.

Itulah kecerdasan manusia dibidang intelektual, emosional, sosial. Berkurban, tidak hanya melenjitkan kecerdasan intelektual dan emosional, social, tapi juga mengasah kecerdasan ruhaniyah.  Seorang penjahat kelas kakap memiliki kemampuan bersikap sopan, santun tutur bahasanya, bersikap simpatik dalam bertindak. Dia ini mempertontonkan bahwa dia cerdas secara intelektual dan sosial.

Penjahat ini seorang sarjana lulusan universitas ternama,  ternyata dia memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi. Bisa jadi mempunyai teman yang banyak, relasi sosial yang banyak, jaringan yang luas (kecerdasan sosial yang tinggi). Bahkan dia mampu mengendalikan diri dengan berpura-pura baik sehingga dalam kondisi tertentu tampak sabar, elegan, tenang dan mengendalikan diri (kecerdasan emosionalnya tinggi). Dia punya hobby berolahraga dan segar bugar (kecerdasan fisiknya tinggi), tetapi penjahat ini miskin kekuatan spiritual, lemah kekuatan hati. Tindakannya terlepas dari nilai ruhaniyah yaitu kecendrungan kepada kebenaran

Kecerdasan ruhaniah sangat berperan untuk membersihkan dan memberikan pencerahan qolbu sebagai alat pemberi nasihat, instruksi dan metode mengambil keputusan. Hati mestinya selalu berada pada tempat dan posisi menerima sinaran cahaya ruh yang bermuatan kebenaran dan kecintaan kepada Allah SWT. Kecerdasan ini digunakan untuk ‘penyaring’ setiap apa yang dilakukan dalam kehidupan sehari hari.

Dengan hari raya kurban, kita pertebal kecerdasan ruhaniyah untuk memperlambat penyebaran covid-19, aamiin!

(Penulis adalah Pendidik di Madrasah)



PT. Jernih Indonesia Multimedia - Jernih.ID