Oleh : Arby Afrilianif Surahman
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia yang disatukan oleh laut sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan (Integrated Piece of Land, Sea and Air). Sebagai negara kepulauan terbesar, maritim menjadi tumpuan untuk menunjang pembangunan nasional.
Untuk itu, sejak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla hingga periode kedua saat ini telah mencanangkan visi dan misi Indonesia sebagai poros maritim dunia. Dengan demikian kelautan sebagai sebuah prioritas yang harus dikembangkan.
Pembangunan poros maritim dunia harus dibarengi dengan pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di sepanjang wilayah pesisir Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), pulau-pulau kecil, dan wilayah perbatasan.
Upaya itu tidak lain ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, menghasilkan produk dan jasa kelautan yang bernilai ekonomi, meningkatkan kontribusi sektor kelautan perikanan bagi perekonomian, serta menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar.
Letak Indonesia sangat strategis, yakni berada pada jalur perdagangan internasional juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Pasalnya, sebanyak 50 persen armada kapal dunia melewati selat malaka dan sekitar 50,000 kapal ‘pedagang besar’ lewat selat ini setiap tahunnya.
Pengoptimalan pelabuhan-pelabuhan yang nantinya akan menjadi konektivitas antarpulau di Indonesia bahkan dunia sangat penting.
Pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung menurut, secara geografis, posisi Sumatera Utara sangat strategis, karena berada di jalur pelayaran internasional Selat Malaka yang dekat dengan Singapura, Malaysia dan Thailand. Bahkan, Kuala Tanjung lebih dekat dengan Eropa, India dibandingkan Singapura maupun Tanjung Pelepas.
Untuk itu, pemerintah harus cepat membangun Pelabuhan Kuala Tanjung. Di mana pelabuhan ini akan menjadi pelabuhan terbesar di wilayah Barat Indonesia pada tahun 2023.
Pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung sendiri telah dimulai sejak tahun 2015 lalu, dengan investasi sebesar Rp 34 triliun. Proses pembangunannya terdiri dari empat tahap.
Pembangunan tahap I, berupa trestle sepanjang 2,75 kilometer, dermaga 1.000 meter, dan Low Water Spring (LWS) dengan kedalaman 16-17 meter yang mampu disandari mother vessel.
Tak hanya itu, ada pula lapangan peti kemas berkapasitas 500 ribu TEUs, dan tangki timbun. Pembangunan diharapkan selesai pertengahan 2018, namun demikian pelabuhan akan mulai beroperasi April 2018.
Pembangunan tahap kedua, berupa kawasan industri seluas 3.000 hektare, yang akan menjadikan Kuala Tanjung sebagai international hub port. Sementara tahap ketiga, Pengembangan Dedicated/Hub Port (2017-2019) dan tahap keempat pengembangan kawasan industri terintegrasi(2021-2023).
Pemerintah pun telah menetapkan tiga pelabuhan hub sebagai pelabuhan utama di Tanah Air, termasuk Pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatera Utara.
Sementara dua lainnya yakni, Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta dan Pelabuhan Bitung di Sulawesi Utara. Dengan demikian, Pemerintah akan mengarahkan pengiriman barang dari berbagai daerah di kawasan Sumatra untuk alih kapal di Kuala Tanjung.
Untuk merealisasikannya, Pemerintah akan menerbitkan regulasi yang mewajibkan pengiriman barang untuk alih kapal dan industri, melalui Kuala Tanjung.
Hal ini untuk bisa bersaing dengan pelabuhan Malaysia dan Singapura. Untuk itu, Pelabuhan Kuala Tanjung harus dapat menjadi pelabuhan yang handal, yaitu memilki kapasitas terpasang, produktif, efektif dokumentasi, memiliki data dan sistem informasi, water entrance-inland transport dan institusi pendukung lainnya.
Apabila Thailand benar-benar membuka Terusan Tanah Genting Kra pada 2025, Kuala Tanjung diharapkan sudah mampu menerima limpahan kapal peti kemas raksasa dari Pelabuhan Tanjung Pelepas, Port Klang, bahkan Pelabuhan Singapura.
(Penulis merupakan Ketum HMI Cabang Jambi periode 2020-2021)