MK Tolak Gugatan Presidential Threshold 20 Persen, Yusril: Tragedi Demokrasi

Penulis: Redaksi , Editor: Ardy - Jumat, 08 Juli 2022 , 21:06 WIB
Yusril Ihza Mahendra
Ari Saputra/detik.com
Yusril Ihza Mahendra

JERNIH.ID, Jakarta - Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang selalu menolak uji materi presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden sebuah tragedi demokrasi.

Ketentuan ambang batas presiden ini diatur di Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Dalam catatan Kode Inisiatif sepanjang 2017-2020, terdapat 14 gugatan atas Pasal 222 UU Pemilu.

Tak ada satu pun gugatan yang dikabulkan oleh MK. Terkini, MK baru saja menolak gugatan PBB yang dalam hal ini diwakili oleh Yusril dan Sekretaris Jenderal Afriansyah Noor.

"Putusan MK tentang presidential threshold adalah sebuah tragedi demokrasi," ujar Yusril melalui keterangan resmi yang diterima, Kamis (7/7/2022) dikutip dari CNN Indonesia.

Pasal 222 UU Pemilu menyatakan: "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya."

Yusril berpendapat demokrasi semakin terancam dengan munculnya oligarki kekuasaan imbas dari Pasal 222 UU Pemilu yang dinilai konstitusional.

"Calon Presiden dan Wakil Presiden yang muncul hanya itu-itu saja dari kelompok kekuatan politik besar di DPR yang baik sendiri atau secara gabungan mempunyai 20 persen kursi di DPR," katanya.

Yusril menyoroti calon Presiden yang diusung dalam Pemilu mendatang adalah calon yang didukung oleh partai politik berdasarkan threshold hasil Pileg lima tahun sebelumnya. Ia menilai hal tersebut sebagai suatu keanehan.

Menurut Yusril, sepanjang lima tahun itu para pemilih dalam Pemilu sudah berubah. Formasi koalisi dan kekuatan politik juga sudah berubah. Namun, kata Yusril, segala keanehan tersebut tetap dipertahankan MK.

Atas dasar itu, mantan kuasa hukum Presiden Joko Widodo dalam gugatan hasil Pilpres 2019 ini menilai MK kini bukan lagi 'the guardian of constitution', melainkan telah berubah menjadi 'the guardian of oligarchy'.

"Ini adalah sebuah tragedi dalam sejarah konstitusi dan perjalanan politik bangsa kita," katanya.

MK menolak gugatan PBB yang diwakili oleh Ketua Umum Yusril Ihza Mahendra dan Sekretaris Jenderal Afriansyah Noor terkait dengan pengujian materi Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden alias presidential threshold.

"Mengadili, menolak permohonan pemohon II [PBB yang diwakili oleh Yusril dan Afriansyah] untuk seluruhnya," ucap Hakim Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan, Kamis (7/7/2022).

Selain itu, MK menyatakan tidak menerima gugatan pemohon I yakni DPD yang dalam hal ini diwakili oleh Ketua Aa La Nyalla Mahmud Mattalitti serta Wakil Ketua Nono Sampono, Mahyudin, dan Sultan Baktiar Najamudin.

Alasannya, pemohon I tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk mengajukan uji materi.

Mahkamah berpendirian terkait pihak yang memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan pengujian norma Pasal 222 UU Pemilu adalah (i) partai politik atau gabungan partai politik, dan (ii) perseorangan warga negara yang memiliki hak untuk dipilih dan didukung oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.(*/JR1)



PT. Jernih Indonesia Multimedia - Jernih.ID