Menjaga Generasi Muda: Apresiasi Jam Malam Walikota Jambi

Penulis: Redaksi - Rabu, 15 Oktober 2025 , 18:02 WIB
Prof. Dr. Mukhtar Latif, MPd Prof. Dr. Mukhtar Latif, MPd


Oleh: Prof. Dr. Mukhtar Latif, MPd

Generasi Muda dan Peradaban: Aplaus Buat Wali Kota

Generasi muda adalah sumber energi moral dan intelektual bangsa. Di tangan mereka, arah peradaban ditentukan. Karena itu, langkah Pemerintah Kota Jambi menetapkan Peraturan Wali Kota Jambi Nomor 47 Tahun 2025 tentang Penerapan Jam Malam bagi Anak dan Remaja¹ layak diapresiasi sebagai bentuk kepedulian terhadap pembinaan generasi penerus.

Kebijakan ini mengatur bahwa anak dan remaja di bawah usia 17 tahun tidak diperkenankan berada di luar rumah antara pukul 22.00 hingga 04.30 WIB, kecuali dalam keadaan mendesak atau didampingi orang tua.² Tujuannya bukan mengekang kebebasan, tetapi melindungi remaja dari risiko sosial malam hari, seperti balap liar, geng motor, penyalahgunaan narkoba, dan kekerasan jalanan.³ Dalam konteks sosial modern, kebijakan semacam ini menunjukkan bahwa pemerintah berani mengembalikan fungsi malam kepada hakikatnya: waktu istirahat, ibadah, dan keluarga.

Efektivitas Kebijakan Jam Malam: Sejarah dan Manfaat

Kebijakan jam malam memiliki akar sejarah panjang. Istilah curfew berasal dari bahasa Prancis Kuno couvre-feu yang berarti “menutup api”, aturan pada abad ke-11 di Inggris agar warga memadamkan lampu atau api pada waktu tertentu demi keamanan kota.⁴ Dalam konteks modern, jam malam bertransformasi menjadi alat kontrol sosial preventif untuk menekan kejahatan malam dan menjaga ketertiban publik.⁵

Dalam sejarah Indonesia, jam malam pernah diberlakukan pada masa revolusi kemerdekaan dan situasi darurat militer. Kini, di era otonomi daerah, ia berkembang menjadi kebijakan moral berbasis perlindungan anak. Manfaat jam malam terbukti pada tiga ranah:

1. Keamanan publik, karena aktivitas berisiko berkurang;

2. Pendidikan moral, karena remaja belajar disiplin waktu; dan

3. Ketahanan sosial keluarga, karena memperkuat relasi anak dan orang tua.

Penelitian oleh Mukti dan Rafsanjani (2025) menunjukkan bahwa pelaksanaan jam malam di Purwakarta menurunkan aktivitas malam remaja hingga 62% di sekolah-sekolah yang disosialisasikan secara intensif.⁶ Sementara studi oleh Okon dan Daniels (2024) dalam Journal of Youth Policy Studies menyimpulkan bahwa kebijakan youth curfew di Afrika Barat efektif mengurangi kejahatan remaja sebesar 48% jika diiringi partisipasi orang tua, lembaga keagamaan dan masyarakat .⁷

Namun, efektivitas kebijakan tidak bergantung semata pada sanksi atau razia. Ia bergantung pada sosialisasi, kolaborasi, dan internalisasi nilai, yang menjadi kesaadaran bersama untuk menciptakan harmonisasi masyarakat.

Tanpa tiga unsur itu, kebijakan akan berhenti sebagai teks hukum, bukan gerakan moral.

Mencegah Kejahatan Anak Muda; Menyangga Peradaban Masa Depan

Jam malam bukan sekadar aturan waktu, melainkan pagar moral peradaban. Dalam Islam, malam digambarkan sebagai waktu kesunyian spiritual:

“Sesungguhnya bangun di waktu malam lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (QS. al-Muzzammil: 6)

Malam seharusnya menjadi ruang refleksi dan pembentukan jiwa, bukan pelampiasan kebebasan.⁸ Ketika malam dijaga, moral pun terjaga. Karena itu, kebijakan jam malam dapat dipahami sebagai strategi preventif membentuk manusia yang sadar waktu dan tanggung jawab sosial.

Seperti diungkap oleh Beckett (2022) dalam The Rage of Innocence, pengabaian terhadap bimbingan sosial malam hari, menyebabkan kriminalisasi dini terhadap remaja.⁹ Maka, pengawasan berbasis kasih sayang dan kebijakan yang melindungi, bukan menghukum, adalah menjadi cara efektif menyelamatkan masa depan generasi muda.

Kolaborasi Para Pihak: Cermin Harmonisasi dan Bahagia

Kebijakan publik tidak akan berjalan efektif tanpa kolaborasi. Pemerintah Kota Jambi melibatkan Satpol PP, Polresta, Dinas Pendidikan, serta peran aktif masyarakat dan tokoh agama dan tokoh masyarakat. Ini sejalan dengan teori Collaborative Governance yang menekankan bahwa kebijakan berhasil bila dibangun di atas kepercayaan dan koordinasi lintas sektor.¹⁰

Menurut Subarsono (2021), efektivitas kebijakan daerah ditentukan oleh tiga hal: komitmen pemimpin, partisipasi masyarakat, dan kejelasan implementasi.¹¹ Bila ketiganya berjalan, kebijakan jam malam tidak lagi dilihat sebagai pembatasan, melainkan sebagai ekspresi cinta sosial dan harmoni kota.

Penutup

Jam malam Kota Jambi adalah cermin kebijakan moral yang berpihak pada masa depan. Ia menandai kesadaran baru bahwa membangun kota bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga tentang membangun manusia.

Dengan sosialisasi yang bijak, kolaborasi yang luas, dan internalisasi nilai yang mendalam, kebijakan jam malam akan menjadi gerakan sosial menjaga generasi muda agar tetap beradab di tengah modernitas. Karena pada akhirnya, bangsa yang menjaga anak mudanya, adalah bangsa yang sedang menulis babak baru peradabannya.

Maka kita apresiatif kebijakan Walikota Jambi, dengan seluruh aparat yang terlibat dan masyarakat, yang tengah menyemai dan berinvestasi bagi masa depan generasi muda "gen Z' dan peradaban di kota Jambi.

“Bangsa yang gagal menjaga anak mudanya, sedang menggali kubur peradabannya.”
— Refleksi Prof. Mukhtar Latif, UIN STS Jambi.

(Penulis merupakan Ketua ICMI Orwil Jambi - Guru Besar UIN STS Jambi)

Daftar Bacaan

1. Peraturan Wali Kota Jambi Nomor 47 Tahun 2025 tentang Penerapan Jam Malam bagi Anak dan Remaja, 14 Oktober 2025, hal. 3.

2. Ibid., Pasal 5 ayat (1–2), hal. 5.

3. “Wali Kota Jambi Terapkan Jam Malam 22.00–04.30 WIB,” JambiPrima, 15 Oktober 2025, hal. 1.

4. Qomariyah, A. (2025). Disiplin Waktu Masyarakat Indonesia melalui Jam Malam. Jurnal Yuridis, 8(1), 21–29.

5. Olowu, D. (2022). Curfew and Civic Order in African Cities: Youth Discipline in Urban Governance. Oxford Journal of Law & Society, 19(2), 105–118.

6. Mukti, S., & Rafsanjani, M. F. (2025). Implementasi Kebijakan Jam Malam bagi Peserta Didik di Purwakarta. Pendas: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 10(1), 45–54.

7. Okon, R., & Daniels, J. E. (2024). Youth Curfews and Crime Prevention in Sub-Saharan Africa. Journal of Youth Policy Studies, 5(3), 77–92.

8. Al-Muzzammil: 6, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI, hal. 574.

9. Beckett, K. (2022). The Rage of Innocence: How America Criminalizes Black Youth. New York: Pantheon Books, hal. 92.

10. Ansell, C., & Gash, A. (2021). Collaborative Governance: Principles, Processes, and Practice (2nd ed.). Routledge, hal. 114.

11. Subarsono, A. G. (2021). Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Gava Media, hal. 113.



PT. Jernih Indonesia Multimedia - Jernih.ID